Ungkapan hormat kami terhadap kedua alur cikal bakal mengalirnya darah pada putra putri kami Galuh Ajeng Pramesti, Gendis Angger Pitaloka, dan Gavra Aras Padantya
Akhir masa perang Diponegoro di tahun 1830-an adalah zaman yang berat bagi para pejuang untuk memilih, menyerah pada penjajah atau lari mempertahankan kesetiaan pada komitmen perjuangan. Trowigeno dan Dipodjojo pejuang yang juga kerabat istana, dalam waktu yang berbeda memilih untuk tetap bertahan dalam semangat juangnya. Perjalanannya ke arah barat menibakan mereka di daerah Prembun saat ini. Kecintaannya pada daerah ini menyebabkan mereka menolak untuk kembali ke Yogya bahkan ketika perang telah usai. Singowirono dan Singodjojo adalah keturunan mereka - kakek buyut kami. Mereka hidup dalam tenang damai suasana pedesaan, beranak pinak, bercucu buyut. Kami inilah bagian dari darah mereka - yang juga memiliki kecintaan terhadap Tanah Air ini seperti mereka juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar